Sabtu, 24 September 2011

Peran Islam Dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi

dari M. Shiddiq al-Jawi
 di muat oleh poko rantau


Peran Islam dalam perkembangan iptek pada dasarnya ada 2 (dua). Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Paradigma inilah yang seharusnya dimiliki umat Islam, bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Paradigma Islam ini menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib dijadikan landasan pemikiran (qa’idah fikriyah) bagi seluruh bangunan ilmu pengetahuan. Ini bukan berarti menjadi Aqidah Islam sebagai sumber segala macam ilmu pengetahuan, melainkan menjadi standar bagi segala ilmu pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah Islam dapat diterima dan diamalkan, sedang yang bertentangan dengannya, wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan. Kedua, menjadikan Syariah Islam (yang lahir dari Aqidah Islam) sebagai standar bagi pemanfaatan iptek dalam kehidupan sehari-hari. Standar atau kriteria inilah yang seharusnya yang digunakan umat Islam, bukan standar manfaat (pragmatisme/utilitarianisme) seperti yang ada sekarang. Standar syariah ini mengatur, bahwa boleh tidaknya pemanfaatan iptek, didasarkan pada ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam). Umat Islam boleh memanfaatkan iptek, jika telah dihalalkan oleh Syariah Islam. Sebaliknya jika suatu aspek iptek telah diharamkan oleh Syariah, maka tidak boleh umat Islam memanfaatkannya, walau pun ia menghasilkan manfaat sesaat untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Pengantar
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di satu sisi memang berdampak positif, yakni dapat memperbaiki kualitas hidup manusia. Berbagai sarana modern industri, komunikasi, dan transportasi, misalnya, terbukti amat bermanfaat. Dengan ditemukannya mesin jahit, dalam 1 menit bisa dilakukan sekitar 7000 tusukan jarum jahit. Bandingkan kalau kita menjahit dengan tangan, hanya bisa 23 tusukan per menit (Qardhawi, 1997). Dahulu Ratu Isabella (Italia) di abad XVI perlu waktu 5 bulan dengan sarana komunikasi tradisional untuk memperoleh kabar penemuan benua Amerika oleh Columbus (?). Lalu di abad XIX Orang Eropa perlu 2 minggu untuk memperoleh berita pembunuhan Presiden Abraham Lincoln. Tapi pada 1969, dengan sarana komunikasi canggih, dunia hanya perlu waktu 1,3 detik untuk mengetahui kabar pendaratan Neil Amstrong di bulan (Winarno, 2004). Dulu orang naik haji dengan kapal laut bisa memakan waktu 17-20 hari untuk sampai ke Jeddah. Sekarang dengan naik pesawat terbang, kita hanya perlu 12 jam saja. Subhanallah
Tapi di sisi lain, tak jarang iptek berdampak negatif karena merugikan dan membahayakan kehidupan dan martabat manusia. Bom atom telah menewaskan ratusan ribu manusia di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945. Pada tahun 1995, Elizabetta, seorang bayi Italia, lahir dari rahim bibinya setelah dua tahun ibunya (bernama Luigi) meninggal. Ovum dan sperma orang tuanya yang asli, ternyata telah disimpan di “bank” dan kemudian baru dititipkan pada bibinya, Elenna adik Luigi (Kompas, 16/01/1995). Bayi tabung di Barat bisa berjalan walau pun asal usul sperma dan ovumnya bukan dari suami isteri (Hadipermono, 1995). Bioteknologi dapat digunakan untuk mengubah mikroorganisme yang sudah berbahaya, menjadi lebih berbahaya, misalnya mengubah sifat genetik virus influenza hingga mampu membunuh manusia dalam beberapa menit saja (Bakry, 1996). Kloning hewan rintisan Ian Willmut yang sukses menghasilkan domba kloning bernama Dolly, akhir-akhir ini diterapkan pada manusia (human cloning). Lingkungan hidup seperti laut, atmosfer udara, dan hutan juga tak sedikit mengalami kerusakan dan pencemaran yang sangat parah dan berbahaya. Beberapa varian tanaman pangan hasil rekayasa genetika juga diindikasikan berbahaya bagi kesehatan manusia. Tak sedikit yang memanfaatkan teknologi internet sebagai sarana untuk melakukan kejahatan dunia maya (cyber crime) dan untuk mengakses pornografi, kekerasan, dan perjudian.
Di sinilah, peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat penting untuk ditengok kembali. Dapatkah agama memberi tuntunan agar kita memperoleh dampak iptek yang positif saja, seraya mengeliminasi dampak negatifnya semiminal mungkin? Sejauh manakah agama Islam dapat berperan dalam mengendalikan perkembangan teknologi modern? Tulisan ini bertujuan menjelaskan peran Islam dalam perkembangan dan pemanfaatan teknologi tersebut.

Paradigma Hubungan Agama-Iptek
Untuk memperjelas, akan disebutkan dulu beberapa pengertian dasar. Ilmu pengetahuan (sains) adalah pengetahuan tentang gejala alam yang diperoleh melalui proses yang disebut metode ilmiah (scientific method) (Jujun S. Suriasumantri, 1992). Sedang teknologi adalah pengetahuan dan ketrampilan yang merupakan penerapan ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia sehari-hari (Jujun S. Suriasumantri, 1986). Perkembangan iptek, adalah hasil dari segala langkah dan pemikiran untuk memperluas, memperdalam, dan mengembangkan iptek (Agus, 1999). Agama yang dimaksud di sini, adalah agama Islam, yaitu agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad Saw, untuk mengatur hubungan manusia dengan Penciptanya (dengan aqidah dan aturan ibadah), hubungan manusia dengan dirinya sendiri (dengan aturan akhlak, makanan, dan pakaian), dan hubungan manusia dengan manusia lainnya (dengan aturan mu’amalah dan uqubat/sistem pidana) (An-Nabhani, 2001).
Bagaimana hubungan agama dan iptek? Secara garis besar, berdasarkan tinjauan ideologi yang mendasari hubungan keduanya, terdapat 3 (tiga) jenis paradigma (Lihat Yahya Farghal, 1990: 99-119):
Pertama, paradagima sekuler, yaitu paradigma yang memandang agama dan iptek adalah terpisah satu sama lain. Sebab, dalam ideologi sekularisme Barat, agama telah dipisahkan dari kehidupan (fashl al-din ‘an al-hayah). Agama tidak dinafikan eksistensinya, tapi hanya dibatasi perannya dalam hubungan pribadi manusia dengan tuhannya. Agama tidak mengatur kehidupan umum/publik. Paradigma ini memandang agama dan iptek tidak bisa mencampuri dan mengintervensi yang lainnya. Agama dan iptek sama sekali terpisah baik secara ontologis (berkaitan dengan pengertian atau hakikat sesuatu hal), epistemologis (berkaitan dengan cara memperoleh pengetahuan), dan aksiologis (berkaitan dengan cara menerapkan pengetahuan).
Paradigma ini mencapai kematangan pada akhir abad XIX di Barat sebagai jalan keluar dari kontradiksi ajaran Kristen (khususnya teks Bible) dengan penemuan ilmu pengetahuan modern. Semula ajaran Kristen dijadikan standar kebenaran ilmu pengetahuan. Tapi ternyata banyak ayat Bible yang berkontradiksi dan tidak relevan dengan fakta ilmu pengetahuan. Contohnya, menurut ajaran gereja yang resmi, bumi itu datar seperti halnya meja dengan empat sudutnya. Padahal faktanya, bumi itu bulat berdasarkan penemuan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari hasil pelayaran Magellan. Dalam Bible dikatakan:
 Kemudian daripada itu, aku melihat empat malaikat berdiri pada keempat penjuru angin bumi dan mereka menahan keempat angin bumi, supaya jangan ada angin bertiup di darat, atau di laut, atau di pohon-pohon.” (Wahyu-Wahyu 7:1)
 Kalau konsisten dengan teks Bible, maka fakta sains bahwa bumi bulat tentu harus dikalahkan oleh teks Bible (Adian Husaini, Mengapa Barat Menjadi Sekular-Liberal, http://www.insistnet.com)/ Ini tidak masuk akal dan problematis. Maka, agar tidak problematis, ajaran Kristen dan ilmu pengetahuan akhirnya dipisah satu sama lain dan tidak boleh saling intervensi.
Kedua, paradigma sosialis, yaitu paradigma dari ideologi sosialisme yang menafikan eksistensi agama sama sekali. Agama itu tidak ada, dus, tidak ada hubungan dan kaitan apa pun dengan iptek. Iptek bisa berjalan secara independen dan lepas secara total dari agama. Paradigma ini mirip dengan paradigma sekuler di atas, tapi lebih ekstrem. Dalam paradigma sekuler, agama berfungsi secara sekularistik, yaitu tidak dinafikan keberadaannya, tapi hanya dibatasi perannya dalam hubungan vertikal manusia-tuhan. Sedang dalam paradigma sosialis, agama dipandang secara ateistik, yaitu dianggap tidak ada (in-exist) dan dibuang sama sekali dari kehidupan.
Paradigma tersebut didasarkan pada pikiran Karl Marx (w. 1883) yang ateis dan memandang agama (Kristen) sebagai candu masyarakat, karena agama menurutnya membuat orang terbius dan lupa akan penindasan kapitalisme yang kejam. Karl Marx mengatakan:
Religion is the sigh of the oppressed creature, the heart of the heartless world, just as it is the spirit of a spiritless situation. It is the opium of the people.
(Agama adalah keluh-kesah makhluk tertindas, jiwa dari suatu dunia yang tak berjiwa, sebagaimana ia merupakan ruh/spirit dari situasi yang tanpa ruh/spirit. Agama adalah candu bagi rakyat) (Lihat Karl Marx, Contribution to The Critique of Hegel’s Philosophy of Right, termuat dalam On Religion, 1957:141-142) (Ramly, 2000: 165-166).
Berdasarkan paradigma sosialis ini, maka agama tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan iptek. Seluruh bangunan ilmu pengetahuan dalam paradigma sosialis didasarkan pada ide dasar materialisme, khususnya Materialisme Dialektis (Yahya Farghal, 1994: 112). Paham Materialisme Dialektis adalah paham yang memandang adanya keseluruhan proses perubahan yang terjadi terus menerus melalui proses dialektika, yaitu melalui pertentangan-pertentangan yang ada pada materi yang sudah mengandung benih perkembanganitu sendiri (Ramly, 2000: 110).
Ketiga, paradigma Islam, yaitu paradigma yang memandang bahwa agama adalah dasar dan pengatur kehidupan. Aqidah Islam menjadi basis dari segala ilmu pengetahuan. Aqidah Islam –yang terwujud dalam apa-apa yang ada dalam al-Qur`an dan al-Hadits-- menjadi qa’idah fikriyah (landasan pemikiran), yaitu suatu asas yang di atasnya dibangun seluruh bangunan pemikiran dan ilmu pengetahuan manusia (An-Nabhani, 2001).
Paradigma ini memerintahkan manusia untuk membangun segala pemikirannya berdasarkan Aqidah Islam, bukan lepas dari aqidah itu. Ini bisa kita pahami dari ayat yang pertama kali turun (artinya) :
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan.” (Qs. al-‘Alaq [96]: 1).
Ayat ini berarti manusia telah diperintahkan untuk membaca guna memperoleh berbagai pemikiran dan pemahaman. Tetapi segala pemikirannya itu tidak boleh lepas dari Aqidah Islam, karena iqra` haruslah dengan bismi rabbika, yaitu tetap berdasarkan iman kepada Allah, yang merupakan asas Aqidah Islam (Al-Qashash, 1995: 81).
Paradigma Islam ini menyatakan bahwa, kata putus dalam ilmu pengetahuan bukan berada pada pengetahuan atau filsafat manusia yang sempit, melainkan berada pada ilmu Allah yang mencakup dan meliputi segala sesuatu (Yahya Farghal, 1994: 117). Firman Allah SWT:
Dan adalah (pengetahuan) Allah Maha Meliputi segala sesuatu.” (Qs. an-Nisaa` [4]: 126).
Dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” (Qs. ath-Thalaq [65]: 12).
Itulah paradigma yang dibawa Rasulullah Saw (w. 632 M) yang meletakkan Aqidah Islam yang berasas Laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullah sebagai asas ilmu pengetahuan. Beliau mengajak memeluk Aqidah Islam lebih dulu, lalu setelah itu menjadikan aqidah tersebut sebagai pondasi dan standar bagi berbagai pengetahun. Ini dapat ditunjukkan misalnya dari suatu peristiwa ketika di masa Rasulullah Saw terjadi gerhana matahari, yang bertepatan dengan wafatnya putra beliau (Ibrahim). Orang-orang berkata, “Gerhana matahari ini terjadi karena meninggalnya Ibrahim.” Maka Rasulullah Saw segera menjelaskan:
Sesungguhnya gerhana matahari dan bulan tidak terjadi karena kematian atau kelahiran seseorang, akan tetapi keduanya termasuk tanda-tanda kekuasaan Allah. Dengannya Allah memperingatkan hamba-hamba-Nya…” [HR. al-Bukhari dan an-Nasa`i] (Al-Baghdadi, 1996: 10).
Dengan jelas kita tahu bahwa Rasulullah Saw telah meletakkan Aqidah Islam sebagai dasar ilmu pengetahuan, sebab beliau menjelaskan, bahwa fenomena alam adalah tanda keberadaan dan kekuasaan Allah, tidak ada hubungannya dengan nasib seseorang. Hal ini sesuai dengan aqidah muslim yang tertera dalam al-Qur`an:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang berakal.” (Qs. Ali ‘Imran [3]: 190).
Inilah paradigma Islam yang menjadikan Aqidah Islam sebagai dasar segala pengetahuan seorang muslim. Paradigma inilah yang telah mencetak muslim-muslim yang taat dan shaleh tapi sekaligus cerdas dalam iptek. Itulah hasil dan prestasi cemerlang dari paradigma Islam ini yang dapat dilihat pada masa kejayaan iptek Dunia Islam antara tahun 700 – 1400 M. Pada masa inilah dikenal nama Jabir bin Hayyan (w. 721) sebagai ahli kimia termasyhur, Al-Khawarzmi (w. 780) sebagai ahli matematika dan astronomi, Al-Battani (w. 858) sebagai ahli astronomi dan matematika, Al-Razi (w. 884) sebagai pakar kedokteran, ophtalmologi, dan kimia, Tsabit bin Qurrah (w. 908) sebagai ahli kedokteran dan teknik, dan masih banyak lagi (Tentang kejayaan iptek Dunia Islam lihat misalnya M. Natsir Arsyad, 1992; Hossein Bahreisj, 1995; Ahmed dkk, 1999; Eugene A. Myers 2003; A. Zahoor, 2003; Gunadi dan Shoelhi, 2003).


Aqidah Islam Sebagai Dasar Iptek
Inilah peran pertama yang dimainkan Islam dalam iptek, yaitu aqidah Islam harus dijadikan basis segala konsep dan aplikasi iptek. Inilah paradigma Islam sebagaimana yang telah dibawa oleh Rasulullah Saw.
Paradigma Islam inilah yang seharusnya diadopsi oleh kaum muslimin saat ini. Bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Diakui atau tidak, kini umat Islam telah telah terjerumus dalam sikap membebek dan mengekor Barat dalam segala-galanya; dalam pandangan hidup, gaya hidup, termasuk dalam konsep ilmu pengetahuan. Bercokolnya paradigma sekuler inilah yang bisa menjelaskan, mengapa di dalam sistem pendidikan yang diikuti orang Islam, diajarkan sistem ekonomi kapitalis yang pragmatis serta tidak kenal halal haram. Eksistensi paradigma sekuler itu menjelaskan pula mengapa tetap diajarkan konsep pengetahuan yang bertentangan dengan keyakinan dan keimanan muslim. Misalnya Teori Darwin yang dusta dan sekaligus bertolak belakang dengan Aqidah Islam.
Kekeliruan paradigmatis ini harus dikoreksi. Ini tentu perlu perubahan fundamental dan perombakan total. Dengan cara mengganti paradigma sekuler yang ada saat ini, dengan paradigma Islam yang memandang bahwa Aqidah Islam (bukan paham sekularisme) yang seharusnya dijadikan basis bagi bangunan ilmu pengetahuan manusia.
Namun di sini perlu dipahami dengan seksama, bahwa ketika Aqidah Islam dijadikan landasan iptek, bukan berarti konsep-konsep iptek harus bersumber dari al-Qur`an dan al-Hadits, tapi maksudnya adalah konsep iptek harus distandardisasi benar salahnya dengan tolok ukur al-Qur`an dan al-Hadits dan tidak boleh bertentangan dengan keduanya (Al-Baghdadi, 1996: 12).
Jika kita menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan iptek, bukan berarti bahwa ilmu astronomi, geologi, agronomi, dan seterusnya, harus didasarkan pada ayat tertentu, atau hadis tertentu. Kalau pun ada ayat atau hadis yang cocok dengan fakta sains, itu adalah bukti keluasan ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu (lihat Qs. an-Nisaa` [4]:126 dan Qs. ath-Thalaq [65]: 12), bukan berarti konsep iptek harus bersumber pada ayat atau hadis tertentu. Misalnya saja dalam astronomi ada ayat yang menjelaskan bahwa matahari sebagai pancaran cahaya dan panas (Qs. Nuh [71]: 16), bahwa langit (bahan alam semesta) berasal dari asap (gas) sedangkan galaksi-galaksi tercipta dari kondensasi (pemekatan) gas tersebut (Qs. Fushshilat [41]: 11-12), dan seterusnya. Ada sekitar 750 ayat dalam al-Qur`an yang semacam ini (Lihat Al-Baghdadi, 2005: 113). Ayat-ayat ini menunjukkan betapa luasnya ilmu Allah sehingga meliputi segala sesuatu, dan menjadi tolok ukur kesimpulan iptek, bukan berarti bahwa konsep iptek wajib didasarkan pada ayat-ayat tertentu.
Jadi, yang dimaksud menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan iptek bukanlah bahwa konsep iptek wajib bersumber kepada al-Qur`an dan al-Hadits, tapi yang dimaksud, bahwa iptek wajib berstandar pada al-Qur`an dan al-Hadits. Ringkasnya, al-Qur`an dan al-Hadits adalah standar (miqyas) iptek, dan bukannya sumber (mashdar) iptek. Artinya, apa pun konsep iptek yang dikembangkan, harus sesuai dengan al-Qur`an dan al-Hadits, dan tidak boleh bertentangan dengan al-Qur`an dan al-Hadits itu. Jika suatu konsep iptek bertentangan dengan al-Qur`an dan al-Hadits, maka konsep itu berarti harus ditolak. Misalnya saja Teori Darwin yang menyatakan bahwa manusia adalah hasil evolusi dari organisme sederhana yang selama jutaan tahun berevolusi melalui seleksi alam menjadi organisme yang lebih kompleks hingga menjadi manusia modern sekarang. Berarti, manusia sekarang bukan keturunan manusia pertama, Nabi Adam AS, tapi hasil dari evolusi organisme sederhana. Ini bertentangan dengan firman Allah SWT yang menegaskan, Adam AS adalah manusia pertama, dan bahwa seluruh manusia sekarang adalah keturunan Adam AS itu, bukan keturunan makhluk lainnya sebagaimana fantasi Teori Darwin (Zallum, 2001). Firman Allah SWT:
 (Dialah Tuhan) yang memulai penciptaan manusia dari tanah, kemudian Dia menciptakan keturunannya dari sari pati air yang hina (mani).” (Qs. as-Sajdah [32]: 7).
 Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.” (Qs. al-Hujuraat [49]: 13).
Implikasi lain dari prinsip ini, yaitu al-Qur`an dan al-Hadits hanyalah standar iptek, dan bukan sumber iptek, adalah bahwa umat Islam boleh mengambi iptek dari sumber kaum non muslim (orang kafir). Dulu Nabi Saw menerapkan penggalian parit di sekeliling Madinah, padahal strategi militer itu berasal dari tradisi kaum Persia yang beragama Majusi. Dulu Nabi Saw juga pernah memerintahkan dua sahabatnya memepelajari teknik persenjataan ke Yaman, padahal di Yaman dulu penduduknya adalah Ahli Kitab (Kristen). Umar bin Khatab pernah mengambil sistem administrasi dan pendataan Baitul Mal (Kas Negara), yang berasal dari Romawi yang beragama Kristen. Jadi, selama tidak bertentangan dengan aqidah dan syariah Islam, iptek dapat diadopsi dari kaum kafir.
 
Syariah Islam Standar Pemanfaatan Iptek
Peran kedua Islam dalam perkembangan iptek, adalah bahwa Syariah Islam harus dijadikan standar pemanfaatan iptek. Ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam) wajib dijadikan tolok ukur dalam pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga bentuknya. Iptek yang boleh dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh syariah Islam. Sedangkan iptek yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang telah diharamkan syariah Islam.
Keharusan tolok ukur syariah ini didasarkan pada banyak ayat dan juga hadits yang mewajibkan umat Islam menyesuaikan perbuatannya (termasuk menggunakan iptek) dengan ketentuan hukum Allah dan Rasul-Nya. Antara lain firman Allah:
 Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan…” (Qs. an-Nisaa` [4]: 65).
 Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya…[i/]” (Qs. al-A’raaf [7]: 3).
Sabda Rasulullah Saw:
 “[i]Barangsiapa yang melakukan perbuatan yang tidak ada perintah kami atasnya, maka perbuatan itu tertolak.” [HR. Muslim].
Kontras dengan ini, adalah apa yang ada di Barat sekarang dan juga negeri-negeri muslim yang bertaqlid dan mengikuti Barat secara membabi buta. Standar pemanfaatan iptek menurut mereka adalah manfaat, apakah itu dinamakan pragmatisme atau pun utilitarianisme. Selama sesuatu itu bermanfaat, yakni dapat memuaskan kebutuhan manusia, maka ia dianggap benar dan absah untuk dilaksanakan. Meskipun itu diharamkan dalam ajaran agama.
Keberadaan standar manfaat itulah yang dapat menjelaskan, mengapa orang Barat mengaplikasikan iptek secara tidak bermoral, tidak berperikemanusiaan, dan bertentangan dengan nilai agama. Misalnya menggunakan bom atom untuk membunuh ratusan ribu manusia tak berdosa, memanfaatkan bayi tabung tanpa melihat moralitas (misalnya meletakkan embrio pada ibu pengganti), mengkloning manusia (berarti manusia bereproduksi secara a-seksual, bukan seksual), mengekploitasi alam secara serakah walaupun menimbulkan pencemaran yang berbahaya, dan seterusnya.
Karena itu, sudah saatnya standar manfaat yang salah itu dikoreksi dan diganti dengan standar yang benar. Yaitu standar yang bersumber dari pemilik segala ilmu yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, yang amat mengetahui mana yang secara hakiki bermanfaat bagi manusia, dan mana yang secara hakiki berbahaya bagi manusia. Standar itu adalah segala perintah dan larangan Allah SWT yang bentuknya secara praktis dan konkret adalah syariah Islam.

Penutup
Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa peran Islam yang utama dalam perkembangan iptek setidaknya ada 2 (dua). Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma pemikiran dan ilmu pengetahuan. Jadi, paradigma Islam, dan bukannya paradigma sekuler, yang seharusnya diambil oleh umat Islam dalam membangun struktur ilmu pengetahuan. Kedua, menjadikan syariah Islam sebagai standar penggunaan iptek. Jadi, syariah Islam-lah, bukannya standar manfaat (utilitarianisme), yang seharusnya dijadikan tolok ukur umat Islam dalam mengaplikasikan iptek.
Jika dua peran ini dapat dimainkan oleh umat Islam dengan baik, insyaallah akan ada berbagai berkah dari Allah kepada umat Islam dan juga seluruh umat manusia. Mari kita simak firman-Nya:
 Kalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Qs. al-A’raaf [7]: 96).
Wallahu a’lam.

Daftar Pustaka

Agus, Bustanudin. 1999. Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial : Studi Banding Antara Pandangan Ilmiah dan Ajaran Islam. Jakarta : Gema Insani Press.
Ahmed, Shabir et.al. 1999. Islam dan Ilmu Pengetahuan. Bangil : Al-Izzah.
Al-Baghdadi, Abdurrahman. 1996. Sistem Pendidikan di Masa Khilafah Islam. Bagil : Al-Izzah.
----------. 2005. “Al-Qur`an Mu’kjizat Yang Abadi”. Jurnal Al-Insan. Vol I, No. 1, Januari 2005. Jakarta: Lembaga Kajian dan Pengembangan Al-Insan. hal. 104-114.
An-Nabhani, Taqiyuddin. 2001. Nizham Al-Islam. Tanpa Tempat Penerbit : Hizbut Tahrir.
Arsyad, M. Natsir. 1992. Ilmuwan Muslim Sepanjang Sejarah : Dari Jabir Hingga Abdus Salam. Bandung : Penerbit Mizan.
Bahreisj, Hossein. 1995. Menengok Kejayaan Islam. Surabaya : PT. Bina Ilmu.
Bakry, Nurchalis et.al. 1996. Bioteknologi dan Al-Qur`an Referensi Dakwah Dai Modern. Jakarta : Gema Insani Press.
Farghal, Hasan. 1994. “Pokok Pikiran Tentang Hubungan Ilmu Dengan Agama”. Dalam Abdul Hamid Abu Sulaiman. Permasalahan Metodologis Dalam Pemikiran Islam. Jakarta: Media Da’wah.
Gunadi, RA & M. Shoelhi (Ed.). 2003. Khazanah Orang Besar Islam Dari Penakluk Jerusalem Hingga Angka Nol. Jakarta : Penerbit Republika.
Hadipermono, Syeichul. 1995. Bayi Tabung dan Rekayasa Genetika. Surabaya : Wali Demak Press.
Myers, Eugene A.2003. Zaman Keemasan Islam Para Ilmuwan Muslim dan Pengaruhnya Terhadap Dunia Barat (Arabic Thought and Western World in The Golden Age of Islam). Alih bahasa M.M. el-Khoiry. Yogyakarta : Fajar Pustaka Baru.
Qaradhawi, Yusuf. 1997. Norma dan Etika Ekonomi Islam. Jakarta : Gema Insani Press.
Ramly, Andi Muawiyah. 2000. Peta Pemikiran Karl Marx [Materialisme Dialektis dan Materialisme Historis]. Yogyakarta : LKiS.
Suriasumantri, Jujun S.1986. Ilmu Dalam Perspektif Moral, Sosial, dan Politik. Jakarta : PT Gramedia.
----------. 1992. Ilmu Dalam Perspektif : Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu. Cetakan X. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
Winarno, Budi. 2004. Globalisasi Wujud Imperialisme Baru. Yogyakarta : Tajidu Press.
Zahoor, A. 2003. Dominasi Ilmuwan Muslim Tahun 700 – 1400 M. Jakarta : Bina Mitra Press.
Zallum, Abdul Qadim. 2001. Demokrasi Sistem Kufur : Haram Mengambil, Menerapkan, dan Menyebarluaskannya. Bogor : Pustaka Thariqul Izzah.
Zubair, A. Charis. 1997. Etika Rekayasa Menurut Konsep Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Dunia Keperawatanasig: Teori Kepemimpinan

Dunia Keperawatanasig: Teori Kepemimpinan: Teori Kepemimpinan Bismillahirrohmanirrohim, Duhai Allah yang Maha Menatap, karuniakanlah kepada kami ilmu yang membuat kami dapat men...

Dunia Keperawatanasig: Teori Kepemimpinan

Dunia Keperawatanasig: Teori Kepemimpinan: Teori Kepemimpinan Bismillahirrohmanirrohim, Duhai Allah yang Maha Menatap, karuniakanlah kepada kami ilmu yang membuat kami dapat men...

Dunia Keperawatanasig: Teori Kepemimpinan

Dunia Keperawatanasig: Teori Kepemimpinan: Teori Kepemimpinan Bismillahirrohmanirrohim, Duhai Allah yang Maha Menatap, karuniakanlah kepada kami ilmu yang membuat kami dapat men...

Dunia Keperawatanasig: Teori Kepemimpinan

Dunia Keperawatanasig: Teori Kepemimpinan: Teori Kepemimpinan Bismillahirrohmanirrohim, Duhai Allah yang Maha Menatap, karuniakanlah kepada kami ilmu yang membuat kami dapat men...

Teori Kepemimpinan


Teori Kepemimpinan  

Bismillahirrohmanirrohim, Duhai Allah yang Maha Menatap, karuniakanlah kepada kami ilmu yang membuat kami dapat mengenal RasulMu, yang membuat kami tetap lurus berjalan di jalanMu. Wahai yangMaha Mendengar, lindungi pertemuan ini dari ilmu dan amal yang menyesatkan. Amin Ya Robbal'alamin.     Saudara-saudaraku Sekalian, Indonesia dengan hampir 200 juta umat Islam, kalau saja bisa memiliki pemimpin yang sangat tangguh akan menjadi luar biasa. Karena jatuh bangun kita tergantung pada pemimpin. Pemimpin memimpin, pengikut mengikut. Kalau pemimpin sudah tidak bisa memimpin dengan baik, cirinya adalah pengikut tidak mau lagi mengikuti. Para pengikut menduplikasi pemimpinnya. Oleh karena itu kualitas kita tergantung kualitas pimpinan kita. Makin kuat yang memimpin maka makin kuat pula umatnya. Kalau kita lihat kondisi bangsa kita sekarang jangan pesimis, kalau kita tidak bisa memimpin sekarang, mudah-mudahan generasi kita yang akan datang akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang berkualitas tinggi. Saudara-saudarakuSekalian, Apakah pemimpin itu lahir begitu saja? Kalau singa, sudah dilahirkan menjadi raja hutan, tetapi manusia ada yang memiliki bakat menjadi pemimpin, belum tentu dapat memimpin dengan baik kalau tidak disertai dengan ilmu. Menurut analisa di Indonesia, ada jenis pemimpin ulama pesantrenan: dibesarkan di pesantren, ilmu agamanya luas, tapi kelemahannya kata para ahli adalah dalam bidang manajemen, sehingga sulit untuk mengurus sesuatu yang besar. Ada juga yang birokrat: aktif di islam, kemampuan organisasinya bagus tetapi pendalaman agamanya belum mantap. Ada tipe mubaligh yang seperti selebritis: dia ceramahnya bagus, diliput media massa, akhirnya jadi terkenal dimana-mana, dijadikan idola, tetapi kadang-kadang kurang mengakar dalam menggerakkan masyarakat.  Yang kita impikan adalah yang seperti Rasul, dia mumpuni dalam keilmuannya, berkemampuan dalam manajemen, beliau juga punya kemampuan membangun opini di masyarakat . Dengan dasar "Setiap diantaramu adalah pemimpin", Setiap kepemimpinan akan ditanya oleh Allah. Semua pemimpin termasuk pemimpin rumah tangga tidak terkecuali. Berikut rumus sederhana untuk menjadi pemimpin yang dicintai.  Pemimpin itu bukan yang mengerjakan segalanya sendiri, kalau ia melakukannya sendiri akan gagal ia memimpin. Kalau kita ingin untung sendiri akan sengsara akhirnya, karena kita sering merasa untung jika kita untung sendiri, padahal keuntungan sebenarnya bagi kita adalah jika kita menjadi jalan keuntungan bagi orang lain. Apakah rahasia utama kepemimpinan? Jawabannya adalah : kekuatan terbesar seorang pemimpin bukan dari kekuasaanya, bukan dari kecerdasannya, tapi dari kekuatan pribadinya. Maka jika ingin menjadi pemimpin yang baik, jangan pikirkan orang lain, pikirkan diri sendiri dulu. Tidak akan bisa mengubah orang lain dengan efektif sebelum merubah diri sendiri. Bangunan ini bagus, kokoh, megah karena ada pondasinya. Maka sibuk memikirkan membangun umat, membangun masyarakat, merubah dunia akan menjadi omong kosong kalau tidak diawali dengan diri sendiri. Ibu yang ingin anaknya ramah, lembut, pertanyaannya adalah sudah ramah dan lembutkah saya? Jangan menyuruh orang lain kalau belum menyuruh diri sendiri, jangan melarang orang lain sebelum melarang diri. Orang yang tidak cocok antara perbuatan dan perkataan akan runtuh wibawanya. Guru, ibu, bapak atau pemimpin akan runtuh wibawanya kalu tidak cocok. Siapapun kalau tidak serius menjadi contoh akan jatuh wibawanya. Ada seorang yang mengajarkan ilmu di Daarut Tauhiid mengatakan bahwa visual itu mengambil bagian 50-60 persen, sedang vokal hanya beberapa persen sisanya adalah verbal. Kata-kata seperti ini kecil pengaruhnya, yang berpengaruh itu adalah visual kita. Contohnya nada bicara dalam berkata-kata. Tetapi jika tidak berkata-katapun akan jadi masalah. Jadi kalau kita berangan-angan ingin jadi pemimpin jangan memikirkan bawahan, pikirkan saja diri kita dulu. Merubah orang lain tanpa merubah diri sendiri adalah mimpi Mengendalikan orang lain tanpa mengendalikan diri adalah omong kosong. Misalnya ketika sedang rapat kita sombong, berapa banyak potensi yang tidak bisa keluar hanya karena pemimpinannya sombong. Rapat yang dipimpin dengan emosional akan banyak potensi solusi yang tidak dapat keluar karena pemimpinnya emosional. Makanya seorang pemimpin sejati selalu bekerja keras memperbaiki dirinya sebelum sibuk memperbaiki orang lain. Hal pertama yang perlu diperhatikan dalam menjadi contoh atau suri tauladan, modalnya harus yakin dengan kebenaran contoh tersebut; karena kalau kita tidak yakin atau ragu-ragu kita tidak dapat menjadi contoh. Hanya orang yang berpengetahuan luas yakin akan ilmunya yang berhasil menjadi contoh. Ingatlah rumus 5 S (senyum, salam sapa, santun, sopan). Khusus untuk pelajaran senyum, ternyata jika kita makin tahu ilmu senyum makin nikmat senyum itu. Senyum itu bisa dilihat dari mata. Senyum yang asli, mata itu sedikit redup, karena kalau melotot tidak jadi senyumnya. Ternyata untuk senyum itu memerlukan 14 otot yang aktif, sedangkan untuk cemberut bisa sampai 32 otot. Akibatnya energi cemberut itu lebih banyak daripada energi senyum. Senyum itu bisa kalau dalam hatinya rindu membahagiakan orang lain. Kalau orang kita ajak senyum maka akan terbawa senyum. Orang yang marah dihadapi dengan senyum insya Allah akan reda. Semakin lengkap ilmu tentang senyum akan makin nikmat senyum kita. Maka orang-orang yang akan menjadi contoh yang baik adalah orang yang yakin akan kebenaran yang dicontohkannya itu. Orang yang kurang ilmu akan sulit menjadi contoh. Hal yang kedua adalah; orang itu dapat menjadi contoh kalau ia sudah mengamalkannya, kalau tidak mengamalkannya tidak akan ada ruhnya. Orang yang sibuk memberi contoh tetapi orang itu belum menikmatinya akan menjadi susah. Nabi Muhammad SAW menyuruh sedekah, ditandai dengan setiap orang yang meminta tidak akan ditolaknya. Sedangkan kita menyuruh bersedekah, dalam bersedekah harus berfikir-fikir terlebih dahulu. Nabi Muhammad SAW menyuruh untuk hidup bersahaja dengan rumahnya yang sederhana. Apa yang diucapkan sama dengan yang diperbuat. Dalilnya adalah; "Amat besar kemurkaan Allah apabila ada yang berkata-kata apa yang tidak diperbuatnya". Hal ketiga adalah; kalau ingin menyuruh/menjadi contoh itu harus sabar, karena sabar itu indah. Karena menyuruh orang lain itu tidak seperti membalikkan tangan. Pemimpin yang tidak punya kesabaran tidak akan dapat memimpin dengan baik. Makanya kalau punya anak harus sabar. Membalikkan hati anak, bukan tugas kita tetapi Allahlah yang melakukannya. Tugas kita adalah meberikan contoh. Kalau belum menurut sekarang, mungkin besok. Kalau pemimpin tidak punya kesabaran tidak akan efektif. Hal yang keempat adalah; harus ikhlas, ciri orang yang ikhlas itu adalah jarang kecewa. Orang yang ikhlas itu dipuji/dicaci sama saja. Kalau kita bertambah semangat ketika dipuji, dan patah semangat karena dicaci, tidak melakukan karena tidak ada yang memuji itu namanya kurang ikhlas. Kita hanya melakukan saja, mau dipuji atau tidak silakan saja, Allah Maha Melihat. Makanya terus memberi contoh sambil terus berharap diterima Allah amalan kita. Dengan kombinasi keyakinan, yang kita contohkan menjadi bagian dari diri kita, kesabaran yang prima, dan keikhlasan. Hati itu tidak bisa disentuh kecuali oleh hati juga. Kalau sudah diberi contoh dan tidak ada yang mengikuti, tidak apa-apa karena tidak akan habis pahalanya jika tidak ada yang mengikuti. Dalilnya: "Sekecil apapun perbuatan kembali kepada kita". Lakukan saja. Dan tidak boleh ujub, misalnya; ketika kita sukses dalam memberi contoh, jangan ujub, karena orang lain berubah belum tentu karena contoh kita. Ketika kita memberi contoh di rumah, tetangga mengikuti, orang lain mengikuti, kita tidak boleh ujub karena akan hilang pahalanya. Jangan pernah merasa berjasa. Jangan merasa sudah merubah orang lain, karena yang membolakbalikkan hati adalah hanya Allah. Kalau kita sudah beramal sebaiknya dilupakan saja. Piala sebesar apapun akan kecil artinya, yang paling berharga adalah keikhlasan. Apalah artinya jika kita medapat piala yang akan membuat kita jadi riya.  Tingkatkan diri kita menjadi contoh mulai dari wajah yang senyum, jadikan contoh, sapa kepada siapapun, ucapan salam. Lakukan apa yang kita inginkan orang lain lakukan, baca Qur'an. Kalau ingin anak-anak kurang menonton TV kita harus mencontohkan terlebih dahulu. Rahasia kekuatan pemimpin adalah suri tauladan. Sebagai contoh, mengapa P4 gagal diterapkan di Indonesia? Sederhanya sekali jawabannya, yaitu tidak ada contohnya. Kita jadi bingung karena tidak ada yang paling paham tentang P4. Rasulullah SAW adalah suri tauladan. Ketika Rasul mengajak jihad, beliau langsung ada di barisan paling depan. Bahkan Imam Ali mengatakan kalau pertempuran sudah berkecamuk begitu dashyat maka kami berlindung di balik Rasul. Beliau itu bertempur paling depan, bersedekah seperti angin dan hidup bersahaja. Ketika Rasul menyuruh bertahajud, kakinya sampai bengkak. Ketika Rasul menyuruh shaum perutnya sampai diganjal dengan batu. Ketika Rasul menyuruh orang berakhlak mulia, beliaulah yang akhlaknya paling mulia. Apapun yang beliau katakana kepada umatnya, pasti beliau lakukan. Itulah sebabnya ribuan tahun sampai kini, ribuan kilometer jaraknya, masih tetap kuat pengaruhnya. Kepemimpinan itu adalah pengaruh. Siapa yang pengaruhnya paling kuat dialah yang kepemimpinannya paling kuat. Jika kita ingin menyelamatkan orang lain harus terlebih dahulu menyelamatkan diri. Bagaimana mungkin menyelamatkan orang lain, kalu diri tidak selamat. Selamatkan diri kita agar punya kemampuan menyelamatkan orang lain. Kita tidak akan dapat menolong orang lain kalau kitanya rusak. Rahasia lainnya, pemimpin dalam Islam itu adalah pelayan umat. Jadi kalau diilustrasikan lewat piramida, piramidanya seperti piramida terbalik, dan pemimpin adalah yang di bawah. Maka siapapun yang menjadi pemimpin, dia harus mengeluarkan pengorbanan yang paling besar dibanding dengan orang yang dipimpinnya. Pemimpin harus berpikir keras, sekuat-kuatnya untuk memajukan orang yang dipimpinnya. Ini baru pemimpin sukses. Seorang guru yang baik adalah yang membuat murid-muridnya pintar, kalau tidak guru tersebut dianggap tidak bisa mengajar. Orang tua yang sukses adalah orang tua yang mengeksploitir dirinya supaya anaknya lebih baik dari dirinya. Ibu dan Bapak masing-masing memiliki pengalaman dan masa lalu kemudian menikah, ini akan lebih bagus tentunya. Bayangkan: dua potensi, kapasitas, ilmu dan masa lalu bersatu menjadi anak, seharusnya anak ini menjadi brilian tetapi kadang-kandang kita terlalu sibuk masalah kantor, masalah uang akibatnya anak jadi gagal. Pemimpin yang sukses adalah yang selalu berpikir menjadi manfaat yang paling besar bagi orang lain. Hal yang pertama adalah bagaimana orang yang kita pimpin jadi ahli ibadah. Sebab kalau yang kita pimpin jauh dari Allah, siapa lagi yang akan menolong. Misal kita punya toko, kita harus berjuang agar karyawan yang ada jadi dekat dengan Allah, sebab kalau mereka dekat dengan Allah, Allah pasti akan menolong. Seorang suami harus berpikir sekuat-kuatnya agar istri dan anak dekat dengan Allah, sebab bisa saja kita tiba-tiba mati. Tetapi kalau dia dekat dengan Allah, Allahlah yang melindungi. Perlindungan ini jauh dari jangkauan manusia. Seorang suami itu bukan pemberi rezeki, suami itu sama-sama adalah pemakan rezeki. Jadi ini penting sekali untuk meningkatkan ibadah, sebab pemimpin bukan pemberi uang, pemimpin bukan penolong. Allahlah yang menolong. Kalau yang memimpin durhaka kita yang mengikuti akan ketiban pulungnya. Maka pemimpin yang baik harus berpikir keras bagaimana pengikutnya mendapat ilmu agama, atau dimotivasi untuk ibadah dan sinergi dengan doa. Kalau kita memimpin toko dengan sepuluh orang karyawan. Semuanya ahli tahajud, shaum, baca Qur'an bayangkan apa yang akan diberikan Allah kepada mereka. Jika kita punya pabrik 1000 orang, bikinlah sistem yang membuat orang bisa shalat berjamaah, bisa shalat tahajud dengan tahajud call. Buat supaya dapat baca Qur'an satu hari satu juz, bisa diharapkan sebulan khatam Al-Qur'an. Selesai kerja keras sinergikan dengan doa di malam hari. Doa ini adalah fasilitas senjata yang jarang kita gunakan belakang ini. Pemimpin harus selalu memperhatikan kualitas ibadah yang dipimpinnya. Tanpa ibadah yang bagus akhlak tidak akan bagus pula. Hal yang kedua adalah pemimpin baik yang akan sukses adalah yang berpikir keras bagaimana orang-orang yang dipimpinnya bisa menjadi khalifah di dunia ini, pandai, profesional dan kerjanya bagus. Dia korbankan dirinya supaya orang-orang disekelilingnya bertambah pintar. Kebahagiaan kita itu adalah ketika melihat orang lain sukses. Orang yang mengikuti kita jadi pintar karena Allah yang membuatnya pintar, bukan karena kita. Kita beruntung karena terpilih jadi jalannya yaitu belajar kepada kita, bisa saja Allah menggerakkannya belajar kepada orang lain, dan orang lain yang mendapatkan pahalanya. Kita harus sekuat tenaga membuat orang-orang di sekitar kita pintar, kalau bawahan selalu meminta nasihat dan saran kepada kita. Berarti kita tidak akan maju. Dan kita akan membuat mereka tergantung. Kita sebagai pemimpin harus punya banyak waktu untuk belajar, harus banyak waktu untuk mengup-grade, memperbaiki diri kita, maka berikan ilmu agar mereka maju. Pimpinan harus berhasil mencari masalah, dia berhasil merumuskan penyelesaian masalah, dan dia berhasil melakukan apa yang dia rumuskan. Pemimpin selalu membuat orang-orang disekitarnya pintar, selalu menemukan masalah, bisa mencari solusinya. Kita jangan sok pintar mencari solusi sendiri. Jadi bukan pemimpin yang baik jika segalanya dikerjakan sendirian. Akan capai nantinya, pemimpin adalah yang dapat membuat orang bangkit rasa percaya dirinya. Hal yang ketiga adalah; setiap orang yang kita pimpin dia harus punya kemampuan dakwah, pemimpin yang baik adalah dia harus berfikir bagaimana murid-murid bisa dakwah, anak, istri bisa dakwah. Suplailah ilmu, wawasan Dimanapun kamu berada harus menjadi figur contoh, dakwahkan islam dengan baik. Misalkan kita punya pabrik dengan 1000 karyawan jadinya akan ada 1000 mubaligh. Akibatnya karena kita jadi pemimpin, orang-orang jadi dekat dengan Allah, jadi profesional, orang-orang semuanya jadi agent of change yang menyebarkan perubahan kepada masyarakatnya, itulah pemimpin sejati, dan itulah yang dilakukan Rasul. Para sahabatnya semua jadi ahli ibadah yang tangguh, jadi pemimpin yang jagoan, profesional dan menyebar menjadi sarana kemuliaan dan martabat bagi umat, inilah pemimpin yang dibutuhkan. Andaikata presiden di suatu negara seperti ini menjadi suri tauladan, setiap patah katanya, perbuatannya, ibadahnya, profesionalismenya dan ia adalah orang yang benar-benar mengeksploitir dirinya agar rakyatnya menjadi ahli ibadah semuanya. Andaikata sebelum rapat kabinet harus dibacakan ayat-ayat Al-Quran, dan prasyarat jadi calon menteri adalah harus hafal minimal lima juz. Menteri-menteri yang dipilih adalah yang paling kuat ibadahnya, paling profesional dan figur dirinya menjadi suri tauladan. Kehidupannya harus zuhud. Impian ini dapat menjadi kenyataan dengan gampang saja jika Allah menghendaki. Mulainya adalah dari diri masing-masing. Targetnya cuma diri dan rumah terlebih dahulu. Apa artinya kantor sukses kalau rumah hancur. Biasanya jatuhnya pemimpin berawal dari rumahnya. Janganlah memikirkan negara yang besar, coba pikirkan negara mini kita dahulu yaitu tubuh kita ini. Kemudian baru mulai membenahi kerajaan rumah kita. Bonusnya adalah "Barangsiapa yang banyak bertobat, maka Allah akan menghilangkan segala kesedihan hati, melapangkan segala urusan dan Allah akan memberikan rezeki dari tempat yang tidak diduga-duga." Ini akan menjadi penambah semangat bagi kita semua. Walhamdulillahirrobil'alamin  KH. Abdullah Gymnastiar, Pimpinan Pondok Pesantren Daarut Tauhiid Bandung, bisa dihubungi melalui aagym@indo.net.id                    
 Copyright © 2002 by Puslitbang Daarut Tauhiid Pondok Pesantren Daarut Tauhiid